Laporan Komitmen dan Kontigensi
akuntansi komitmen dan kontingensi
IMPLIKASI RISET AKUNTANSI KEPERILAKUAN TERHADAP PENGEMBANGAN AKUNTANSI MANAJEMEN
Akuntansi yang kita kenal sekarang telah berkembang seiring dengan zaman dan peradaban manusia. Masyarakat modern tidak dapat terlepas dari apa yang dinamakan akuntansi. Namun, akuntansi yang telah diterapkan sekarang, baik di perusahaan profit oriented maupun non profit oriented, sebenarnya telah mengalami evolusi.
Dalam perkembangan akuntansi, bidang yang paling awal berkembang adalah akuntansi keuangan. Seiring dengan perkembangan industri yang sangat pesat karena kebutuhan akan informasi, maka berkembanglah bidang-bidang lain, seperti akuntansi biaya, akuntansi manajemen, auditing, akuntansi perpajakan, akuntansi sektor publik, sistem informasi akuntansi, akuntansi keperilakuan dan perkembangan terakhir khususnya di Indonesia adanya konsep akuntansi syariah. Bidang akutansi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang sehingga memperkaya bidang akuntansi. Akuntansi manajemen menghasilkan informasi untuk pihak internal perusahan (internal user), sedangkan akuntansi keuangan menghasilkan informasi untuk pihak eksternal perusahaan (external user).
Akuntansi manajemen merupakan suatu sistem informasi karena proses dari akuntansi manajemen akan menghasilkan informasi. Pembuat informasi atau pengguna sistem informasi adalah manusia (bisa para manajer, investor, pemerintah, dan user lainnya yang berkepentingan dengan informasi tersebut). Keberhasilan suatu sistem informasi tak lepas dari perilaku manusianya. Perkembangan akuntansi tak lepas dari perilaku. Mendesaknya kebutuhan akuntansi dan pentingnya peranan manusia dalam bidang akuntansi maka dengan mengadopsi bidang-bidang ilmu lainnya, seperti ilmu psikologi dan sosial, lahirlah akuntansi keperilakuan.
Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) merupakan bidang yang sangat luas.Untuk lebih memahami implikasi riset akuntansi keperilakuan (behavioral accounting research/BAR) terhadap pengembangan akuntansi manajemen (managerial accounting), kajian akan dimulai dari perkembangan akuntansi keperilakuan, akuntansi manajemen, riset akuntansi keperilakuan dalam akuntansi manajemen, seperti budgeting, balanced scorecard (BSC), just in time (JIT), total quality management, dan activity based costing system (ABC system).
Akuntansi Keperilakuan dan Perkembangannya
Ikhsan (2005) menyatakan bahwa tujuan ilmu keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksi perilaku manusia sampai pada generalisasi yang ditetapkan mengenai perilaku manusia yang didukung oleh empiris yang dikumpulkan secara impersonal melalui prosedur yang terbuka, baik untuk peninjauan maupun replikasi dan dapat diverifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik. Selanjutnya Ikhsan (2005) menjelaskan bahwa akuntansi keperilakuan menyediakan suatu kerangka yang disusun berdasarkan teknik yang bertujuan (1) untuk memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja perusahaan, (2) untuk mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap perencanaan strategis, dan (3) untuk mempengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi kebijakan perusahaan. Awal perkembangan riset keperilakuan ini telah dikaji dalam studi yang dilakukan Lord (1989). Lord mengkaji perkembangan riset akuntansi keperilakuan (behavioral accounting research) dari tahun 1952 sampai dengan tahun 1981. Lord (1989) mengelompokkan perkembangan hasil penelitian yang berkaitan dengan bidang riset akuntansi keperilakuan menjadi enam fokus penelitian, antara lain akuntansi dalan konteks organisasi (accounting in an organizational context), penganggaran (budgeting), pemikiran psikologi (early psychology thoughts), pemrosesan informasi manusia (human information proccesing), kontingensi teori (contingency teory), dan konferensi dan peristiwa (conferences and events).
Studi Burgstahler dan Sundem (1989) hampir sama dengan studi Lord (1989), yaitu mengkaji perkembangan riset keperilakuan tahun 1968-1987.
Baik artikel yang ditulis oleh Lord (1989) maupun Burgstahler dan Sundem (1989) merupakan invited paper dalam rangka penerbitan pertama jurnal Behavioral Research in Accounting. Hal itu berawal dari cikal bakal penelitian Argyris (1952) yang pertama kali fokus pada anggaran hingga akhirnya sekarang berkembang pada bidang lain, seperti auditing, pajak, dan akuntansi keuangan. Peneliti-peneliti di Indonesia juga tertarik dengan riset akuntansi keperilakuan. Bidang riset keperilakuan juga menjadi pusat perhatian dalam ajang seminar nasional akuntansi (SNA) di Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun oleh IAIKAPd yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd). Topik bahasan hasil-hasil studi dalam seminar ini dibagi menjadi lima, yaitu akuntansi keuangan dan pasar modal; akuntansi manajemen dan keperilakuan; akuntansi sektor publik dan perpajakan; sistem informasi, auditing, dan etika; dan pendidikan akuntansi dan akuntansi syariah. Hasil penelitian di bidang akuntansi manajemen dijadikan satu pembahasan dengan akuntansi keperilakuan karena kedua bidang ini sama-sama membahas tentang manusia.
Akuntansi Manajemen
Akuntansi manajemen adalah bagian dari akuntansi yang bertujuan membantu manajer untuk menjalankan tiga fungsi pokoknya, yaitu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Kehadiran akuntansi manajemen atau sistem informasi manajemen dalam perusahaan merupakan suatu sistem yang akan memberikan informasi kepada manajemen untuk membantu pihak-pihak internal untuk mencapai tujuan organisasinya.
Artikel terbaru mengenai akuntansi manajemen ditulis oleh Birnberg G. Jacod (2000) yang membahas tentang peranan riset keperilakuan dalam pendidikan akuntansi manajemen pada abad ke dua puluh satu. Birnberg menjelaskan bahwa materi akuntansi manajemen dalam tiga periode setelah Perang Dunia Kedua berakhir meliputi periode akuntansi biaya (the cost-accounting period), periode akuntansi manajemen modern (the modern management accounting period), periode akuntansi manajemen postmodern (The post-modern management accounting period). Fokus terbaru dalam akuntansi manajemen seperti dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2005) adalah activity based perspective, total quality management, time as competitive element, efficiency dan E-business.
management, customer orientation, cross-functional
Akuntansi manajemen sangat erat berkaitan dengan manusia. Kajian atau studi di bidang akuntansi manajemen mendapat perhatian bagi riset akuntansi di bidang keperilakuan. Kegagalan dalam hal pencapaian kinerja sebenarnya akibat dari aspek keperilakuan.
Riset Akuntansi Keperilakuan dalam Akuntansi Manajemen Budgeting
Budgeting merupakan bagian dari materi akuntansi manajemen, yang memegang peranan dalam perencanaan dan pengendalian sebagai dua bagian yang tak terpisahkan. Perencanan berarti melihat ke depan, yang mengandung pengertian yaitu menentukan tidakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk merealisasikan tujuan tertentu. Sebaliknya, pengendalian adalah melihat ke belakang yang berarti menilai apa yang telah dihasilkan dan membandingkan dengan rencana yang telah disusun (Hansen & Mowen, 2005). Adapun tujuan anggaran adalah memberikan informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, sebagai standar bagi evaluasi kinerja dan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antarbagian. Anggaran yang disusun berupa anggaran operasi (seperti anggaran penjualan, produksi, pembelian bahan, tenaga kerja, overhead, beban penjualan dan administrasi, persediaan akhir, serta harga pokok penjualan) dan anggaran keuangan [seperti anggaran arus kas, neraca, dan pengeluaran modal].anggaran digunakan untuk mengontrol kinerja pekerja, yang paling sederhana meliputi empat langkah berikut :
1. Penetapan standar oleh manajemen
2. Penetapan standar oleh kelompok yang dikontrol
3. Kinerja operasi
4. Pelaporan hasil dengan ganjaran positif.
Beberapa hasil penelitian akuntansi keperilakuan terbaru dalam bidang akuntansi manajemen di Indonesia telah diseminarkan dalam Seminar Nasional Akuntansi (SNA). Rahman dkk. (2007) meneliti pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap kejelasan peran, pemberdayaan, psikologis, dan kinerja manajerial dengan pendekatan partial least square. Cahyono dkk. (2007) meneliti pengaruh moderasi sistem pengendalian manajemen dan inovasi terhadap kinerja. Wijayantoro dkk. (2007) meneliti hubungan antara sistem pengendalian manajemen dengan perilaku disfunctional: budaya nasional sebagai variabel moderating (penelitian para manajer perusahaan manufaktur di Jawa Tengah). Yufaningrum dkk. (2005) menganalisis pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial melalui komitmen tujuan anggaran dan job relevant information (JRI) sebagai variabel intervening. Sumarno (2005) meneliti pengaruh komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial.
Implikasi Riset Akuntansi Keperilakuan, Terhadap Pengembangan Akuntansi Manajemen Melalui riset akuntansi keperilakuan, teori-teori, konsep, dan isu-isu terbaru dalam akuntansi manajemen dapat diuji secara empiris mengenai manfaat teori-teori baru tersebut terhadap peningkatan kinerja dalam pengambilan keputusan strategik. Dengan adanya hasil riset empiris dalam akuntansi manajemen ini dapat membantu pengembangan akuntansi manajemen. Pihak manajemen menjadi yakin terhadap konsep-konsep yang baru dikembangkan tersebut akan membantu dalam fungsi pokok manajemen perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Isu – isu terbaru dalam akuntansi manajemen, seperti activity based management, customer orientation, cross-functional perspective, total quality management, time as competitive element, efficiency dan E-business, ABC system, dan balanced scorecard ikut memperkaya hasil penelitian di bidang riset keperilakuan.
Antara akuntansi manajemen dan riset akuntansi keperilakuan ada keterkaitan karena kesuksesan dalam menghasilkan informasi akuntansi manajemen sangat tergantung pada faktor manusia dalam berperilaku. Riset akuntansi keperilakuan pertama kali berkembang dari bidang akuntansi manajemen, yaitu bidang yang dibahas adalah budgeting. Akuntansi manajemen dapat dikatakan memberikan kontribusi yang besar dalam riset akuntansi keperilakuan. Bidang akuntansi manajemen sangat berkaitan dengan perilaku manajer dan seluruh staf organisasi. Tercapainya visi perusahaan sangatlah tergantung pada kerja sama antara berbagai pihak, baik dari pihak internal perusahaan maupun kerja sama yang baik dengan pihak ekstrnal perusahaan.
SUMBER : http://perempuanqu.wordpress.com/2010/05/19/akuntansi-komitmen-dan-kontingensi/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/penegrtian-laporan-komitmen-dan-kontingensi/
Selasa, 08 Maret 2011
Laporan Kualitas Aktifa Produktif
Laporan Kualitas Aktiva Produktif
Pengertian Aktiva Produktif
Untuk lebih memahami konsep aktiva produkrif, maka pada bagaian ini terlebih dahulu akan dikupas mengenai aktiva dan prinsip-prinsipnya. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997)
Aktiva Produktif Pada Bank Syariah
Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.
Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah.
Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah.
Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
.Kualitas semua bentuk penanaman dana (aktiva produktif) diatas menjadi standar pengukuran kinerja bank syariah. Untuk menjaga kinerja yang baik dan pengembangan usaha yang senantiahsa sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah maka kualitas aktiva produktif perlu dijaga. Salah satu cara menjaga kualitas aktiva produktif adalah dengan menerapkan kebijakan alokasi dana baik menurut sector ekonomi, sektro industri maupun wilayah pemasaran. Misalnya sekian persen untuk pembiayaan sector industri manufaktur, sekian persen untuk perdagangan dan sekian untuk penyertaan.
Demikian juga dengan rasio antara pembiayaan dan sumber-sumber daya dengan memperhatikan penyebaran sumber daya dan penyebaran resiko sehingga aktiva produktif perusahaan benar-benar dapat menjadi kontribusi pendapatan bagi bank tersebut
Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997)
. Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.
. Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
. Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
. Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
. Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah.
. Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah.
. Transaksi rekening administrasi yaitu komitmen dan kontijensi (off balance sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi, akseptasi (endorsemen), irrevocable letter of credit (L/C) dan garansi lain berdasarkan prinsip syariah.
. Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
. Sertifikasi Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yaitu sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Kualitas semua bentuk penanaman dana (aktiva produktif) diatas menjadi standar
Referensi :
http://jagatrian.wordpress.com/2011/03/05/laporan-kualitas-aktiva-produktif/
Pengertian Aktiva Produktif
Untuk lebih memahami konsep aktiva produkrif, maka pada bagaian ini terlebih dahulu akan dikupas mengenai aktiva dan prinsip-prinsipnya. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997)
Aktiva Produktif Pada Bank Syariah
Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.
Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah.
Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah.
Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
.Kualitas semua bentuk penanaman dana (aktiva produktif) diatas menjadi standar pengukuran kinerja bank syariah. Untuk menjaga kinerja yang baik dan pengembangan usaha yang senantiahsa sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah maka kualitas aktiva produktif perlu dijaga. Salah satu cara menjaga kualitas aktiva produktif adalah dengan menerapkan kebijakan alokasi dana baik menurut sector ekonomi, sektro industri maupun wilayah pemasaran. Misalnya sekian persen untuk pembiayaan sector industri manufaktur, sekian persen untuk perdagangan dan sekian untuk penyertaan.
Demikian juga dengan rasio antara pembiayaan dan sumber-sumber daya dengan memperhatikan penyebaran sumber daya dan penyebaran resiko sehingga aktiva produktif perusahaan benar-benar dapat menjadi kontribusi pendapatan bagi bank tersebut
Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997)
. Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.
. Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
. Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
. Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
. Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah.
. Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah.
. Transaksi rekening administrasi yaitu komitmen dan kontijensi (off balance sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi, akseptasi (endorsemen), irrevocable letter of credit (L/C) dan garansi lain berdasarkan prinsip syariah.
. Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
. Sertifikasi Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yaitu sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Kualitas semua bentuk penanaman dana (aktiva produktif) diatas menjadi standar
Referensi :
http://jagatrian.wordpress.com/2011/03/05/laporan-kualitas-aktiva-produktif/
Laporan Rugi/Laba Bank Beserta ISI dan Element berikut Contohnya
Laporan laba rugi bank
Laporan laba rugi (Inggris:Income Statement atau Profit and Loss Statement) adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.
Unsur-unsur dan Isi laporan laba rugi biasanya terdiri dari:
• Pendapatan dari penjualan
o Dikurangi Beban pokok penjualan
• Laba/rugi kotor
o Dikurangi Beban usaha
• Laba/rugi usaha
o Ditambah atau dikurangi Penghaslan/beban lain
• Laba/rugi sebelum pajak
o Dikurangi Beban pajak
• Laba/rugi bersih
Contoh Laporan
- LAPORAN LABA RUGI -±
per 31 Desember
Pendapatan dari penjualan Rp. 99.980.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 25.000.000
---------- (-)
Laba Kotor 74.990.000
Biaya Operasional:
- Biaya Pemasaran Rp. 5.000.000
- Biaya Administrasi & Umum Rp. 1.250.000
--------- (+)
6.250.000
---------- (-)
Laba Usaha Rp. 68.740.000
Pendapatan Lain-lain Rp. 125.000
---------- (+)
Laba sebelum Bunga dan Pajak Rp. 68.865.000
Bunga Rp. 199.000
---------- (+)
Laba sebelum Pajak Rp. 69.064.000
Pajak Rp. 1.275.000
---------- (-)
Laba Bersih Rp. 67.789.000
==========
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Laporan_laba/rugi
Laporan laba rugi (Inggris:Income Statement atau Profit and Loss Statement) adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.
Unsur-unsur dan Isi laporan laba rugi biasanya terdiri dari:
• Pendapatan dari penjualan
o Dikurangi Beban pokok penjualan
• Laba/rugi kotor
o Dikurangi Beban usaha
• Laba/rugi usaha
o Ditambah atau dikurangi Penghaslan/beban lain
• Laba/rugi sebelum pajak
o Dikurangi Beban pajak
• Laba/rugi bersih
Contoh Laporan
- LAPORAN LABA RUGI -±
per 31 Desember
Pendapatan dari penjualan Rp. 99.980.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 25.000.000
---------- (-)
Laba Kotor 74.990.000
Biaya Operasional:
- Biaya Pemasaran Rp. 5.000.000
- Biaya Administrasi & Umum Rp. 1.250.000
--------- (+)
6.250.000
---------- (-)
Laba Usaha Rp. 68.740.000
Pendapatan Lain-lain Rp. 125.000
---------- (+)
Laba sebelum Bunga dan Pajak Rp. 68.865.000
Bunga Rp. 199.000
---------- (+)
Laba sebelum Pajak Rp. 69.064.000
Pajak Rp. 1.275.000
---------- (-)
Laba Bersih Rp. 67.789.000
==========
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Laporan_laba/rugi
Neraca Bank,,,Isi/Element Neraca Bank dan Contoh Neraca Bank
Neraca Bank,,,Isi/Element Neraca Bank dan Contoh Neraca Bank
Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan posisis keuangan perusahaan dalam suatu tanggal tertentu atau a moment of time, atau sering juga disebut per tanggal tertentu misalnya per tanggal 31 Desember 2009. Posisi yang digambarkan adalah posisi harta, utang dan modal.
Komponen Neraca
Harta
Menurut APB Statement (1970, halaman 132) mendefinisikan asset sebagai berikut :
“kekayaan ekonomi perusahaan, termasuk didalamnya pebebanan yang ditunda, yang dinilai dan diakui sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku”.
Menurut FASB (1985) memberikan definisi sebagai berikut :
“asset adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai dimasa yang akan dating oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang sudah berlalu”.
Pengakuan dan Penilaian Aktiva
Prinsip yang berlaku sekarang dalam pengakuan dan penilaian aktiva sesuai dengan yang digariskan APB adalah sebagai berikut.
“Pencatatan aktiva berdasarkan pada kejadian kapan perusahaan mendapatkan kekayaan atau aktiva itu dari pihak lain sedangkan kewajiban kapan muncul kepada pihak lain. Penilaian keduanya didasarkan pada nilai tukar, nilai pengorbananpada pengalihan terjadi. Nilai ini disebut acquisition cost”.
Dalam hal pengorbanan yang diberikan adalah aktiva bukan uang (nonmoneter), nilai yang dipakai adalah harga pasar barang yang diserahkan. Disamping nilai pertukaran ini atau historical cost, dalam prinsip akuntansi dikenal juga bebagai nilai yang sering dipakai dalam penilaian aktiva. Nilai ini adalah :
1. Book value adalah nilai buku yang diperoleh dari harga perolehan aktiva dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
2. Replacement cost adalah nilai barang yang dimaksudkan jika diganti dengan barang lain yang sama.
3. Selling price adalah harga jual.
4. Net realizable value adalah harga jual dikurangi dengan biaya penjualan atau dikurangi dengan tingkat margin yang normal.
Nilai tersebut diatas sering dianggaptidak konsisten dengan konsep teori pengukuran yang murni. Beberapa metode penilaian asset yang digambarkan oleh Wolk, dkk sebagai berikut :
Piutang : Taksiran nilai net realizable value
Investasi : Cost, lower of cost or market (LOCOM) atau market (tergantung jenis investasi), metode equity.
Persediaan barang dagang : Cost, replacement cost, net realizable value atau net realizable value dikurangi mark up normal.
Aktiva tetap : Full absorption costing untuk perusahaan dan kapitalisasi bunga untuk yang bukan perusahaan
Pertukaran aktiva non sejenis : Cost, alokasi cost dan nilai buku.
Nilai buku asset lama ditambah dengan kas yang sejenis diberikan.
Aktiva tak berwujud : Nilai buku
Pembebanan ditunda : Nilai buku
Kewajiban / Hutang (Liabilities)
Menurut FASB kewajiban adalah kemungkinan pengorbanan kekayaan ekonomis dimasa yang akan datang yang timbul akibat kewajiban perusahaan sekarang untuk masa yang akan datang sebagai akibat dari suatu transaksi atau kejadian ekonomi yang sudah terjadi.
Beberapa istilah dalam kewajiban :
1. Contractual liabilities adalah kewajiabn yang didukung oleh perjanjian tertulis.
2. Constructive obligation adalah kewajiban yang tidak dinyatakan secara tertulis, misalnya pembayaran cuti atau bonus tertentu.
3. Equitable obligation adalah kewajiban yang tidak dikuatkan kontrak atau hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran atau keadilan.
4. Contigent liabilities adalah suatu situasi atau keadaan yang menggambarkan ketidakpastian apakah mungkin menimbulkan keuntungan atau kerugian kepada perusahaan, dimana hanya dapat dipastikan apabila suatu kejadian atau beberapa kejadian dimasa yang akan datang terjadi atau tidak.
5. Deffered credit adalah sejenis kewajiban tetapi bukan dalam pengertian memberikan pengorbanan dimasa yang akan datang. Deffered credit ada dua jenis :
a. Prepaid revenue adalah penerimaan dimuka yang belum sepenuhnya diimbangi dengan pemberian jasa atau produk yang dibayar.
b. Deffered revenue akibat pengakuan pendapatan, misalnya adalah investment tax credit dan laba rugi dari transaksi leaseback.
6. Executory contract adalah perjanjian yang belum dilaksanakan, tetapi kita sudah terikat dengan perjanjian baik untuk memenuhi kewajiban dimasa yang akan datang maupun yang akan menerima kekayaan atau jasa dimasa yang akan datang. Misalnya adalah kontrak pembelian dimasa yang akan datang dimana perusahaan harus menyediakan barang dimasa yang akan datang – kontrak pekerjaan dalam pegawai dimana perusahaan harus membayar gaji dimasa yang akan datang.
Pengakuan dan Penilaian Kewajiban
Menurut APB Statement No.4 serta SFAC No. 5 kewajiban dinilai sebesar kejadian dalam transaksi, biasanya jumlah yang akan dibayarkan di masa yang akan datang biasanya didiskontokan (dinilai berdasarkan Present Value – untuk yang jangka panjang), sejumlah nilai pertukaran atau sejumlah nilai nominal.
Contoh Neraca Bank
NERACA
NERACA
Periode : 31 Oktober 2008
No. Pos-pos Jumlah
AKTIVA
1 Kas 31,187,338,775.00
2 Bank
a. Giro Bank Indonesia 258,459,853,649.78
b. SBI Syariah 50,000,000,000.00
c. Giro Bank Lain 11,641,516,276.49
-/- Cad.Pengh.Giro Pd Bank Lain (160,000,000.00)
3 Penempatan Pada Bank
-/- Cadangan Kerugian Penempatan Pada Bank
4 Surat Berharga dan Tagihan Lainnya 532,000,000,000.00
-/- Cadangan Kerugian SB/Tagihan Lain (820,000,000.00)
5 Piutang & Pembiayaan
a. Piutang 1,729,395,775,890.06
b. Pembiayaan 147,353,832,337.40
-/- Cad. Penghapusan Piutang/Pembiayaan (30,217,574,408.64)
6 Aktiva Ijarah 80,697,805.26
-/- Akumulasi Penyusutan Aktiva Ijarah (25,962,507.79)
7 Aktiva Non Produktif 4,030,522,327.86
-/- Cad. Penghapusan Aktiva Non Produktif (4,030,522,327.86)
8 Pendapatan yang masih akan diterima 28,060,550,596.65
9 Aktiva Tetap 64,374,101,128.30
-/- Akumulasi Penghapusan Aktiva Tetap (21,209,850,969.01)
10 Aktiva Tetap 83,307,985,203.67
TOTAL AKTIVA 2,883,428,263,777.17
No. Pos-pos Jumlah
PASIVA
1 Giro Wadiah 147,574,369,532.75
2 Tabungan Wadiah 74,318,136,586.14
3 Simpanan Wadiah lainnya 619,999,015,396.66
4 Kewajiban Segera Lainnya 5,831,852,706.33
5 Tabungan Mudharabah 5,437,505,677.35
6 Deposito Mudharabah 1,698,789,608,330.01
7 Simpanan Mudharabah Lainnya 6,589,620.91
8 Surat Berharga diterbitkan 20,000,000,000.00
9 Simpanan dari Bank Lain 3,010,079,872.32
10 Pinjaman diterima
11 Setoran jaminan 249,018,150.00
12 Beban yang masih harus dibayar 6,185,384,085.79
13 Rupa-rupa Pasiva 22,967,624,810.72
14 Modal 150,059,655,000.00
15 Cadangan Umum
16 Laba(Rugi) tahun lalu 92,555,160,340.70
17 Laba/Rugi tahun berjalan (sebelum pajak) 36,444,263,667.49
TOTAL PASIVA 2,883,428,263,777.17
Referensi :
http://cilapop-chilla.blogspot.com/2010/02/isi-dan-elemen-laporan-keuangan.html
http://lamtiur.wordpress.com/2010/04/11/contoh-neraca-bank/
Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan posisis keuangan perusahaan dalam suatu tanggal tertentu atau a moment of time, atau sering juga disebut per tanggal tertentu misalnya per tanggal 31 Desember 2009. Posisi yang digambarkan adalah posisi harta, utang dan modal.
Komponen Neraca
Harta
Menurut APB Statement (1970, halaman 132) mendefinisikan asset sebagai berikut :
“kekayaan ekonomi perusahaan, termasuk didalamnya pebebanan yang ditunda, yang dinilai dan diakui sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku”.
Menurut FASB (1985) memberikan definisi sebagai berikut :
“asset adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai dimasa yang akan dating oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang sudah berlalu”.
Pengakuan dan Penilaian Aktiva
Prinsip yang berlaku sekarang dalam pengakuan dan penilaian aktiva sesuai dengan yang digariskan APB adalah sebagai berikut.
“Pencatatan aktiva berdasarkan pada kejadian kapan perusahaan mendapatkan kekayaan atau aktiva itu dari pihak lain sedangkan kewajiban kapan muncul kepada pihak lain. Penilaian keduanya didasarkan pada nilai tukar, nilai pengorbananpada pengalihan terjadi. Nilai ini disebut acquisition cost”.
Dalam hal pengorbanan yang diberikan adalah aktiva bukan uang (nonmoneter), nilai yang dipakai adalah harga pasar barang yang diserahkan. Disamping nilai pertukaran ini atau historical cost, dalam prinsip akuntansi dikenal juga bebagai nilai yang sering dipakai dalam penilaian aktiva. Nilai ini adalah :
1. Book value adalah nilai buku yang diperoleh dari harga perolehan aktiva dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
2. Replacement cost adalah nilai barang yang dimaksudkan jika diganti dengan barang lain yang sama.
3. Selling price adalah harga jual.
4. Net realizable value adalah harga jual dikurangi dengan biaya penjualan atau dikurangi dengan tingkat margin yang normal.
Nilai tersebut diatas sering dianggaptidak konsisten dengan konsep teori pengukuran yang murni. Beberapa metode penilaian asset yang digambarkan oleh Wolk, dkk sebagai berikut :
Piutang : Taksiran nilai net realizable value
Investasi : Cost, lower of cost or market (LOCOM) atau market (tergantung jenis investasi), metode equity.
Persediaan barang dagang : Cost, replacement cost, net realizable value atau net realizable value dikurangi mark up normal.
Aktiva tetap : Full absorption costing untuk perusahaan dan kapitalisasi bunga untuk yang bukan perusahaan
Pertukaran aktiva non sejenis : Cost, alokasi cost dan nilai buku.
Nilai buku asset lama ditambah dengan kas yang sejenis diberikan.
Aktiva tak berwujud : Nilai buku
Pembebanan ditunda : Nilai buku
Kewajiban / Hutang (Liabilities)
Menurut FASB kewajiban adalah kemungkinan pengorbanan kekayaan ekonomis dimasa yang akan datang yang timbul akibat kewajiban perusahaan sekarang untuk masa yang akan datang sebagai akibat dari suatu transaksi atau kejadian ekonomi yang sudah terjadi.
Beberapa istilah dalam kewajiban :
1. Contractual liabilities adalah kewajiabn yang didukung oleh perjanjian tertulis.
2. Constructive obligation adalah kewajiban yang tidak dinyatakan secara tertulis, misalnya pembayaran cuti atau bonus tertentu.
3. Equitable obligation adalah kewajiban yang tidak dikuatkan kontrak atau hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran atau keadilan.
4. Contigent liabilities adalah suatu situasi atau keadaan yang menggambarkan ketidakpastian apakah mungkin menimbulkan keuntungan atau kerugian kepada perusahaan, dimana hanya dapat dipastikan apabila suatu kejadian atau beberapa kejadian dimasa yang akan datang terjadi atau tidak.
5. Deffered credit adalah sejenis kewajiban tetapi bukan dalam pengertian memberikan pengorbanan dimasa yang akan datang. Deffered credit ada dua jenis :
a. Prepaid revenue adalah penerimaan dimuka yang belum sepenuhnya diimbangi dengan pemberian jasa atau produk yang dibayar.
b. Deffered revenue akibat pengakuan pendapatan, misalnya adalah investment tax credit dan laba rugi dari transaksi leaseback.
6. Executory contract adalah perjanjian yang belum dilaksanakan, tetapi kita sudah terikat dengan perjanjian baik untuk memenuhi kewajiban dimasa yang akan datang maupun yang akan menerima kekayaan atau jasa dimasa yang akan datang. Misalnya adalah kontrak pembelian dimasa yang akan datang dimana perusahaan harus menyediakan barang dimasa yang akan datang – kontrak pekerjaan dalam pegawai dimana perusahaan harus membayar gaji dimasa yang akan datang.
Pengakuan dan Penilaian Kewajiban
Menurut APB Statement No.4 serta SFAC No. 5 kewajiban dinilai sebesar kejadian dalam transaksi, biasanya jumlah yang akan dibayarkan di masa yang akan datang biasanya didiskontokan (dinilai berdasarkan Present Value – untuk yang jangka panjang), sejumlah nilai pertukaran atau sejumlah nilai nominal.
Contoh Neraca Bank
NERACA
NERACA
Periode : 31 Oktober 2008
No. Pos-pos Jumlah
AKTIVA
1 Kas 31,187,338,775.00
2 Bank
a. Giro Bank Indonesia 258,459,853,649.78
b. SBI Syariah 50,000,000,000.00
c. Giro Bank Lain 11,641,516,276.49
-/- Cad.Pengh.Giro Pd Bank Lain (160,000,000.00)
3 Penempatan Pada Bank
-/- Cadangan Kerugian Penempatan Pada Bank
4 Surat Berharga dan Tagihan Lainnya 532,000,000,000.00
-/- Cadangan Kerugian SB/Tagihan Lain (820,000,000.00)
5 Piutang & Pembiayaan
a. Piutang 1,729,395,775,890.06
b. Pembiayaan 147,353,832,337.40
-/- Cad. Penghapusan Piutang/Pembiayaan (30,217,574,408.64)
6 Aktiva Ijarah 80,697,805.26
-/- Akumulasi Penyusutan Aktiva Ijarah (25,962,507.79)
7 Aktiva Non Produktif 4,030,522,327.86
-/- Cad. Penghapusan Aktiva Non Produktif (4,030,522,327.86)
8 Pendapatan yang masih akan diterima 28,060,550,596.65
9 Aktiva Tetap 64,374,101,128.30
-/- Akumulasi Penghapusan Aktiva Tetap (21,209,850,969.01)
10 Aktiva Tetap 83,307,985,203.67
TOTAL AKTIVA 2,883,428,263,777.17
No. Pos-pos Jumlah
PASIVA
1 Giro Wadiah 147,574,369,532.75
2 Tabungan Wadiah 74,318,136,586.14
3 Simpanan Wadiah lainnya 619,999,015,396.66
4 Kewajiban Segera Lainnya 5,831,852,706.33
5 Tabungan Mudharabah 5,437,505,677.35
6 Deposito Mudharabah 1,698,789,608,330.01
7 Simpanan Mudharabah Lainnya 6,589,620.91
8 Surat Berharga diterbitkan 20,000,000,000.00
9 Simpanan dari Bank Lain 3,010,079,872.32
10 Pinjaman diterima
11 Setoran jaminan 249,018,150.00
12 Beban yang masih harus dibayar 6,185,384,085.79
13 Rupa-rupa Pasiva 22,967,624,810.72
14 Modal 150,059,655,000.00
15 Cadangan Umum
16 Laba(Rugi) tahun lalu 92,555,160,340.70
17 Laba/Rugi tahun berjalan (sebelum pajak) 36,444,263,667.49
TOTAL PASIVA 2,883,428,263,777.17
Referensi :
http://cilapop-chilla.blogspot.com/2010/02/isi-dan-elemen-laporan-keuangan.html
http://lamtiur.wordpress.com/2010/04/11/contoh-neraca-bank/
Pengertian dan Isi Laporan Keuangan Bank
Pengertian dan Isi Laporan Keuangan Bank
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.
Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”
Dari pengertian diatas laporan keuangan dibuat sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepada manajemen.
Penyusunan laporan keuangan disiapkan mulai dari berbagai sumber data, terdiri dari faktur-faktur, bon-bon, nota kredit, salinan faktur penjualan, laporan bank dan sebagainya. Data yang asli bukan saja digunakan untuk mengisi buku perkiraan, tetapi dapat juga dipakai untuk membuktikan keabsahan transaksi.
Laporan keuangan terdiri dari:
- Neraca, menginformasikan posisi keuangan pada saat tertentu, yang tercermin pada jumlah harta yang dimiliki, jumlah kewajiban, dan modal perusahaan.
- Perhitungan laba rugi, menginformasikan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu.
- Laporan arus kas, menginformasikan perubahan dalam posisi keuangan sebagai akibat dari kegiatan usaha, pembelanjaan, dan investasi selama periode yang bersangkutan.
- Catatan atas laporan keuangan, menginformasikan kebijaksanaan akuntansi yang mempengaruhi posisi keuangan dari hasil keuangan perusahaan.
Laporan keuangan diharapkan disajikan secara layak, jelas, dan lengkap, yang mengungkapkan kenyataan-kenyataan ekonomi mengenai eksistensi dan operasi perusahaan tersebut. Dalam menyusun laporan keuangan, akuntansi dihadapkan dengan kemungkinan bahaya penyimpangan (bias), salah penafsiran dan ketidaktepatan. Untuk meminimkan bahaya ini, profesi akuntansi telah berupaya untuk mengembangkan suatu barang tubuh teori ini. Setiap akuntansi atau perusahaan harus menyesuaikan diri terhadap praktik akuntansi dan pelaporan dari setiap perusahaan tertentu.
Referensi :
http://dahlanforum.wordpress.com/2008/04/21/pengertian-laporan-keuangan/
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.
Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”
Dari pengertian diatas laporan keuangan dibuat sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepada manajemen.
Penyusunan laporan keuangan disiapkan mulai dari berbagai sumber data, terdiri dari faktur-faktur, bon-bon, nota kredit, salinan faktur penjualan, laporan bank dan sebagainya. Data yang asli bukan saja digunakan untuk mengisi buku perkiraan, tetapi dapat juga dipakai untuk membuktikan keabsahan transaksi.
Laporan keuangan terdiri dari:
- Neraca, menginformasikan posisi keuangan pada saat tertentu, yang tercermin pada jumlah harta yang dimiliki, jumlah kewajiban, dan modal perusahaan.
- Perhitungan laba rugi, menginformasikan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu.
- Laporan arus kas, menginformasikan perubahan dalam posisi keuangan sebagai akibat dari kegiatan usaha, pembelanjaan, dan investasi selama periode yang bersangkutan.
- Catatan atas laporan keuangan, menginformasikan kebijaksanaan akuntansi yang mempengaruhi posisi keuangan dari hasil keuangan perusahaan.
Laporan keuangan diharapkan disajikan secara layak, jelas, dan lengkap, yang mengungkapkan kenyataan-kenyataan ekonomi mengenai eksistensi dan operasi perusahaan tersebut. Dalam menyusun laporan keuangan, akuntansi dihadapkan dengan kemungkinan bahaya penyimpangan (bias), salah penafsiran dan ketidaktepatan. Untuk meminimkan bahaya ini, profesi akuntansi telah berupaya untuk mengembangkan suatu barang tubuh teori ini. Setiap akuntansi atau perusahaan harus menyesuaikan diri terhadap praktik akuntansi dan pelaporan dari setiap perusahaan tertentu.
Referensi :
http://dahlanforum.wordpress.com/2008/04/21/pengertian-laporan-keuangan/
Selasa, 01 Maret 2011
Kebijakan Yang Dikeluarkan oleh Pemerintah
Bank Indonesia Luncurkan 23 Butir Kebijakan Lanjutan Perbankan
Bank Indonesia (BI) mengumumkan langkah-langkah kebijakan lanjutan untuk menghadapi tahun 2011-2012. Kebijakan tersebut berisi 5 prioritas kebijakan mengenai bidang moneter dan perbankan yang terdiri dari 23 aturan kebijakan.
"Pada hari ini BI mengumumkan langkah-langkah kebijakan lanjutan di bidang moneter dan perbankan yang ditempuh setelah melihat kinerja
perekonomian 2010 dan prospek serta tantangan di tahun 2011 dan 2012 mendatang," ujar Gubernur BI Darmin Nasution dalam Konferensi Persnya di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (29/12/2010).
Menurut Darmin, perekonomian Indonesia semakin membaik di tahun 2010 dimana pertumbuhan ekonomi tahun ini akan mencapai 6%. Pertumbuhan perekonomian ini ditopang oleh konsumsi dan investasi. Selain itu, inflasi di 2010 akan berada sedikit diatas sasaran yang ditetapkan bank sentral sebesar 5% plus minus 1% yang dikarenakan adanya gangguan cuaca sehinggga mempengaruhi harga pangan.
"Dari sisi nilai tukar rupiah terlihat sangat stabil yang didorong oleh arus modal asing yang datang. Dan terkait fundamental dimana Indonesia memberikan outlook positif," terangnya.
Dari sisi ekstrenal Darmin mengungkapkan, neraca pembayaran surplus sebesar US$ 27,4 per Desember 2010 dan akumulasi cadangan devisa yang
berada di posisi US$ 94,7 miliar per 27 Desember 2010. "Cadangan devisa ini merupakan jumlah terbesar dalam sejarah Indonesia," kata Darmin.
Dari sisi intermediasi perbankan, Darmin juga menjelaskan perkembangannya cukup baik dimana kredit di akhir 2010 bisa tembus di
level 22%. Oleh karena itu kedepan BI optimis perekonomian tumbuh 6-6,5% di 2011 dan 6,1-6,6% di 2012.
Lebih jauh Darmin mengatakan untuk terciptanya pertumbuhan ekonomi, kedepan penglolaan kebijakan moneter akan dilakukan secara hati-hati
dan konsisten.
"Kebijakan tersebut dihadapkan pada tantangan global dimana diperlukan respon kebijakan Bank Indonesia yang secara global berlangsung tidak seinmbang dan penuh ketidakpastian," tegas Darmin.
Untuk itu, sambung Darmin Dewan Gubernur BI memutuskan untuk menempuh berbagai kebijakan bidang moneter dan perbankan. Dimana tujuannya untuk memperkuat stabilitas moneter dan perbankan dalam menghadapi sewaktu-waktu gejolak keuangan.
Adapun Kebijakan-kebijakan yang diambil Bank Indonesia yakni :
A. Kebijakan penguatan stabilitas moneter
BI mengarahkan suku bunga BI Rate yang konsisten dengan tingkat inflasi yakni 5% plus minus 1% di 2011. Dan terus mewaspadai tekanan
inflasi kedepan, sekaligus melakukan normalisasi atas beberapa kebijakan pada saat krisis. Kerbijakan tersebut mencakup:
1. Penerapan kembali saldo harian pinjaman luar negeri bank jangka pendek. (Rekening Vostro)
2. Pencabutan ketentuan penyediaan pasokan valas bagi perusahaan domestik
B. Kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan
Ini ditujukan untuk mendorong perbankan lebih efisien dan transparan serta membuka financial inclusion. Kebijakan ini mencakup:
1. Penerapan standar operasi administrasi sekuritisasi KPR
2. Pemberlakuan kebijakan pengumuman suku bunga kredit ke masyarakat (prime lending rate)
3. ATMR bank umum yang lebih rendah untuk UMKM dan Ritel
4. Pengaturan, Perijinan dan Pengawasan Biro Kredit Swasta.
Adapun priogram inisiatif intermediasi meliputi.
1. Program BPD Regional Champion
2. Perluasan akses financial inclusion
C. Kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan.
Kebijakan ini dalam rangka menghadapi persaingan yang mengacu pada Good Corporate Governance. Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan aturan fit and proper test bankir
2. Peningkatan fungsi kepatuhan Bank Umum
3. Perhitungan ATMR dengan pendekatan standar
4. Penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas kerjasama dengan perusahaan asuransi (bancassurance).
5. Pengaturan penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah serta kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah
6. Penyempurnaan aturan restrukturisasi pembiayaan bank syariah dan UUS (unit usaha syariah)
7. Penyempurnaan batas maksimum pembiayaan dana BPR
8. Usaha bank umum menjadi BPR
9. Mendorong terwujudnya BPR berdaya saing tinggi dan good corporate governance.
D. Penguatabn kebijakan makro prudensial
Hal ini ditujukan untuk lebih memperkuat stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan ketentuan penggunaan informasi Rencana Bisnis Bank
2. Menaikkan rasio GWM Valas
3. Mengembalikan fasilitas FPJP ke kondisi normal
E. Peningkatan fungsi pengawasan
Ini diterapkan untuk meningkatkan evektifitas pengawasan khususnya early warning system dan macroprudential supervision Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan istem pengawasan bank berdasarkan risiko
2. Penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy)
3. Penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.
Referensi :
http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2010/12/30/bank-indonesia-luncurkan-23-butir-kebijakan-lanjutan-perbankan
Bank Indonesia (BI) mengumumkan langkah-langkah kebijakan lanjutan untuk menghadapi tahun 2011-2012. Kebijakan tersebut berisi 5 prioritas kebijakan mengenai bidang moneter dan perbankan yang terdiri dari 23 aturan kebijakan.
"Pada hari ini BI mengumumkan langkah-langkah kebijakan lanjutan di bidang moneter dan perbankan yang ditempuh setelah melihat kinerja
perekonomian 2010 dan prospek serta tantangan di tahun 2011 dan 2012 mendatang," ujar Gubernur BI Darmin Nasution dalam Konferensi Persnya di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (29/12/2010).
Menurut Darmin, perekonomian Indonesia semakin membaik di tahun 2010 dimana pertumbuhan ekonomi tahun ini akan mencapai 6%. Pertumbuhan perekonomian ini ditopang oleh konsumsi dan investasi. Selain itu, inflasi di 2010 akan berada sedikit diatas sasaran yang ditetapkan bank sentral sebesar 5% plus minus 1% yang dikarenakan adanya gangguan cuaca sehinggga mempengaruhi harga pangan.
"Dari sisi nilai tukar rupiah terlihat sangat stabil yang didorong oleh arus modal asing yang datang. Dan terkait fundamental dimana Indonesia memberikan outlook positif," terangnya.
Dari sisi ekstrenal Darmin mengungkapkan, neraca pembayaran surplus sebesar US$ 27,4 per Desember 2010 dan akumulasi cadangan devisa yang
berada di posisi US$ 94,7 miliar per 27 Desember 2010. "Cadangan devisa ini merupakan jumlah terbesar dalam sejarah Indonesia," kata Darmin.
Dari sisi intermediasi perbankan, Darmin juga menjelaskan perkembangannya cukup baik dimana kredit di akhir 2010 bisa tembus di
level 22%. Oleh karena itu kedepan BI optimis perekonomian tumbuh 6-6,5% di 2011 dan 6,1-6,6% di 2012.
Lebih jauh Darmin mengatakan untuk terciptanya pertumbuhan ekonomi, kedepan penglolaan kebijakan moneter akan dilakukan secara hati-hati
dan konsisten.
"Kebijakan tersebut dihadapkan pada tantangan global dimana diperlukan respon kebijakan Bank Indonesia yang secara global berlangsung tidak seinmbang dan penuh ketidakpastian," tegas Darmin.
Untuk itu, sambung Darmin Dewan Gubernur BI memutuskan untuk menempuh berbagai kebijakan bidang moneter dan perbankan. Dimana tujuannya untuk memperkuat stabilitas moneter dan perbankan dalam menghadapi sewaktu-waktu gejolak keuangan.
Adapun Kebijakan-kebijakan yang diambil Bank Indonesia yakni :
A. Kebijakan penguatan stabilitas moneter
BI mengarahkan suku bunga BI Rate yang konsisten dengan tingkat inflasi yakni 5% plus minus 1% di 2011. Dan terus mewaspadai tekanan
inflasi kedepan, sekaligus melakukan normalisasi atas beberapa kebijakan pada saat krisis. Kerbijakan tersebut mencakup:
1. Penerapan kembali saldo harian pinjaman luar negeri bank jangka pendek. (Rekening Vostro)
2. Pencabutan ketentuan penyediaan pasokan valas bagi perusahaan domestik
B. Kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan
Ini ditujukan untuk mendorong perbankan lebih efisien dan transparan serta membuka financial inclusion. Kebijakan ini mencakup:
1. Penerapan standar operasi administrasi sekuritisasi KPR
2. Pemberlakuan kebijakan pengumuman suku bunga kredit ke masyarakat (prime lending rate)
3. ATMR bank umum yang lebih rendah untuk UMKM dan Ritel
4. Pengaturan, Perijinan dan Pengawasan Biro Kredit Swasta.
Adapun priogram inisiatif intermediasi meliputi.
1. Program BPD Regional Champion
2. Perluasan akses financial inclusion
C. Kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan.
Kebijakan ini dalam rangka menghadapi persaingan yang mengacu pada Good Corporate Governance. Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan aturan fit and proper test bankir
2. Peningkatan fungsi kepatuhan Bank Umum
3. Perhitungan ATMR dengan pendekatan standar
4. Penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas kerjasama dengan perusahaan asuransi (bancassurance).
5. Pengaturan penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah serta kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah
6. Penyempurnaan aturan restrukturisasi pembiayaan bank syariah dan UUS (unit usaha syariah)
7. Penyempurnaan batas maksimum pembiayaan dana BPR
8. Usaha bank umum menjadi BPR
9. Mendorong terwujudnya BPR berdaya saing tinggi dan good corporate governance.
D. Penguatabn kebijakan makro prudensial
Hal ini ditujukan untuk lebih memperkuat stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan ketentuan penggunaan informasi Rencana Bisnis Bank
2. Menaikkan rasio GWM Valas
3. Mengembalikan fasilitas FPJP ke kondisi normal
E. Peningkatan fungsi pengawasan
Ini diterapkan untuk meningkatkan evektifitas pengawasan khususnya early warning system dan macroprudential supervision Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan istem pengawasan bank berdasarkan risiko
2. Penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy)
3. Penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.
Referensi :
http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2010/12/30/bank-indonesia-luncurkan-23-butir-kebijakan-lanjutan-perbankan
PERAN Dan FUNGSI BANK SENTRAL INDONESIA Di PERBANKAN
PERAN DAN FUNGSI BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN Di PERBANKAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Fungsi Bank Central :
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
referensi :
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Peran+Bank+Indonesia/Peran+BI/
http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Fungsi Bank Central :
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
referensi :
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Peran+Bank+Indonesia/Peran+BI/
http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/
Ksifikasi Bank,Tugas dan Fungsi kegiatan Bank
KLASIFIKASI BANK
Pengertian Bank
Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.
Bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
Maksudnya adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit).
Bank memiliki fungsi sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of Development)
Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial.
Klasifikasi Bank
Dengan dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, dunia perbankan Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar. Sebelum dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, bank-bank pemerintah seperti BNI 1946, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor, Bank Rakyat Indonesia, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), dan Bank Tabungan Negara, mempunyai fungsi masing-masing sebagai bank pembangunan, bank tabungan, maupun bank koperasi. Namun setelah dikeluarkan kedua undang-undang di atas, sekarang kita sulit membedakan bank-bank pemerintah berdasarkan fungsinya. Bank-bank pemerintah tersebut sekarang menjalankan fungsi sebagai bank umum.
Ada beberapa cara dalam pengklasifikasian bank-bank di Indonesia, yaitu dilihat dari segi fungsi atau status operasi; kepemilikan; danpenyediaan jasa.
Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi.
Bank Sentral;
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain: (Siamat, 1993, hal:26)
Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
Memelihara stabilitas moneter;
Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Kemudian pada pasal 8 disebutkan tentang tugas-tugas BI adalah:
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
Mengatur dan mengawasi bank.
Bank Umum atau Bank Komersial;
Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Dengan demikian ada dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu:
Secara konvensional.
Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan dalam dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga” (interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung, deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi.
Prinsip Syariah
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dengan adanya prinsip syariah ini, tentunya memberikan keleluasaan bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi dana masyarakat. Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka prinsip syariah ini merupakan alternatif pilihan lain.
Mengenai bentuk hukum suatu bank umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 point 1 UU Nomor 10 Tahun 1998, dapat berupa:
Perseroan Terbatas;
Koperasi; atau
Perusahaan Daerah.
Usaha Bank Umum
Pada Pasal 6 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disebutkan secara rinci mengenai usaha bank. Dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, maka usaha bank umum meliputi:
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
memberikan kredit;
menerbitkan surat pengakuan hutang;
membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya;
surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
Obligasi;
surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
menempatkan dana bank, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
Pada Pasal 1 (butir 4) UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Pada Bagian Ketiga Pasal 13 UU No.7 Tahun 1992 yang menyangkut Usaha Bank Perkreditan Rakyat, dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa “Usaha BPR meliputi:
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
memberikan kredit;
menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
Selanjutnya pada Pasal 14 UU Nomor 7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa “BPR dilarang:
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
melakukan penyertaan modal;
melakukan usaha perasuransian;
melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pada Pasal 58 UU Nomor 7 Tahun 1992, juga disebutkan mengenai macam-macam bank atau lembaga kredit yang diberi status sebagai BPR, yaitu:
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan UU ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan.
Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
Modal disetor minimum untuk mendirikan bank campuran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 100 milyar, dengan ketentuan penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri sebesar-besarnya 85% dari modal disetor.
Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa.
Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
Tugas Bank Sentral
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu:
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
c. mengatur dan mengawasi Bank. Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.
Fungsi& Kegiatan Bank :
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain :
1.Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
2.Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
3.Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
4.Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
5.Memelihara stabilitas moneter;
6.Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
7.Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
Referensi :
http://massofa.wordpress.com/2008/11/03/klasifikasi-bank/
Pengertian Bank
Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.
Bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
Maksudnya adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit).
Bank memiliki fungsi sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of Development)
Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial.
Klasifikasi Bank
Dengan dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, dunia perbankan Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar. Sebelum dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, bank-bank pemerintah seperti BNI 1946, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor, Bank Rakyat Indonesia, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), dan Bank Tabungan Negara, mempunyai fungsi masing-masing sebagai bank pembangunan, bank tabungan, maupun bank koperasi. Namun setelah dikeluarkan kedua undang-undang di atas, sekarang kita sulit membedakan bank-bank pemerintah berdasarkan fungsinya. Bank-bank pemerintah tersebut sekarang menjalankan fungsi sebagai bank umum.
Ada beberapa cara dalam pengklasifikasian bank-bank di Indonesia, yaitu dilihat dari segi fungsi atau status operasi; kepemilikan; danpenyediaan jasa.
Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi.
Bank Sentral;
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain: (Siamat, 1993, hal:26)
Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
Memelihara stabilitas moneter;
Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Kemudian pada pasal 8 disebutkan tentang tugas-tugas BI adalah:
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
Mengatur dan mengawasi bank.
Bank Umum atau Bank Komersial;
Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Dengan demikian ada dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu:
Secara konvensional.
Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan dalam dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga” (interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung, deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi.
Prinsip Syariah
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dengan adanya prinsip syariah ini, tentunya memberikan keleluasaan bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi dana masyarakat. Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka prinsip syariah ini merupakan alternatif pilihan lain.
Mengenai bentuk hukum suatu bank umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 point 1 UU Nomor 10 Tahun 1998, dapat berupa:
Perseroan Terbatas;
Koperasi; atau
Perusahaan Daerah.
Usaha Bank Umum
Pada Pasal 6 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disebutkan secara rinci mengenai usaha bank. Dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, maka usaha bank umum meliputi:
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
memberikan kredit;
menerbitkan surat pengakuan hutang;
membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya;
surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
Obligasi;
surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
menempatkan dana bank, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
Pada Pasal 1 (butir 4) UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Pada Bagian Ketiga Pasal 13 UU No.7 Tahun 1992 yang menyangkut Usaha Bank Perkreditan Rakyat, dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa “Usaha BPR meliputi:
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
memberikan kredit;
menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
Selanjutnya pada Pasal 14 UU Nomor 7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa “BPR dilarang:
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
melakukan penyertaan modal;
melakukan usaha perasuransian;
melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pada Pasal 58 UU Nomor 7 Tahun 1992, juga disebutkan mengenai macam-macam bank atau lembaga kredit yang diberi status sebagai BPR, yaitu:
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan UU ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan.
Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
Modal disetor minimum untuk mendirikan bank campuran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 100 milyar, dengan ketentuan penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri sebesar-besarnya 85% dari modal disetor.
Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa.
Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
Tugas Bank Sentral
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu:
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
c. mengatur dan mengawasi Bank. Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.
Fungsi& Kegiatan Bank :
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain :
1.Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
2.Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
3.Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
4.Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
5.Memelihara stabilitas moneter;
6.Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
7.Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
Referensi :
http://massofa.wordpress.com/2008/11/03/klasifikasi-bank/
Langganan:
Postingan (Atom)